Pages

Tuesday, 29 March 2016

Penganan khas Cirebon

Bubur Sop:

Bubur berisi irisan kol, daun bawang, kedele goreng, seledri yang dituangi kuah sop dan ditaburi suwiran ayam serta kerupuk. Sepintas sih makanan ini merupakan kombinasi dari bubur ayam dan Sayur Sop Cuma warnanya bening. Disajikan panas-panas dan biasanya bubur sop ini hanya dijual pada malam hari…

Sega Jamblang:
Sega Jamblang adalah berupa nasi campur lauk pauk. Disajikan di daun jati 2-3 lapis…enak jeh. Trus dengan lauk pauk bermacam-macam, seperti paru, daging, tempe, tahu, cumi, dll serta sambal khas cirebon. Para pedagangnya sangat khas sebab menggunakan meja rendah yang menggelar berbagai macam makanan dan dikelilingi oleh bangku panjang untuk duduk pembeli. Cara penyajiannya, si penjual menyodorkan nasi yang dibungkus daun jati kemudian pembeli mengambil sendiri lauk pauk yang ingin dimakannya. Bayarnya harus mengandalkan kejujuran para pembelinya karena pembeli menyebutkan apa saja yang dimakan.... Para penjual nasi jamblang cukup tersebar di kota Cirebon selain itu mereka buka 24 jam. Kawasan Gunung Sari merupakan daerah yang cukup banyak populasi penjual nasi Jamblang ini, penjual nya berderet di depan Grage Mall. Penjual Nasi Jamblang yang terkenal di Cirebon adalah Nasi Jamblang Mang Dul yang berlokasi di Gunung Sari (sebelah BCA)

Mie Koclok:
Kenapa sih disebut mie koclok karena sebelum d sajikan, mienya di rendam dulu di air panas pake tangkai saringan, setelah beberapa menit trus di angkat dan di koclok-koclok supaya airnya jatuh. Aja klalen kalau sudah sampe cerbon ....gw selalu mampir ke Lawanggada..., disana ada Kedai namanya "Mie koclok LawangGada". Mie koclock ini terdiri dari mie kuning yang disajikan dengan toge, kol, suwiran daging ayam, telor lalu disiram dengan kuah santan. Disajikan pas lagi panas sebab tidak enak kalau udah dingin. Selain di jalan Lawanggada ada juga tuh yg di perempatan Winaon dulu nya toko buku Kainama, tapi ada sumber yg bisa dipercaya katanya di daerah Panjunan

Nasi Lengko:
Nasi Lengko gampang aja kok bikinnya...isinya cuma terdiri dari bahan makanan yg sederhana seperti nasi putih, tahu, tempe, mentimun, toge (tokol base cerbone) dan daun kucai (ngerti kucai beli!). Kemudian ditaburi bawang goreng serta disiram bumbu kacang dan kecap. Enak kalo makannya ditemani krupuk aci putih…!Tukang jual Sega Lengko cukup tersebar di sekeliling kota Cerbon sebab makanan ini cukup sederhana juga terjangkau bagi masyarakat. Penjual Sega Lengko yang lumayan laris dan ramai pembeli adanya di Jl. Pagongan. Sempet nanya yg punya namanya pak H. Barno (kalau pak Bardi walikota). Katanya sudah 11 tahun jualan disana.

Docang:
Isinya bongko (Lontong maksudnya) di campur daun singkong, toge, kelapa parudan di tambah kerupuk. terus dimakan dengan kuah yg katanya terbuat dari bumbu oncom atau dage’ untuk sebutan orang Cirebon yg udah diinepin semalem. Makanan ini cuma beda jenis aja dengan lontong sayur tapi kuah 'dagenya yang digunakan membuat khas rasa tersendiri. Kalau mau cari makanan ini yg enak sih gw belum tahu dimana, katanya di daerah Tengah tani, ada yg bilang di pasar esuk.

Sate Kalong:
Sate Kalong ini adalah layaknya sate bakar biasa yg terbuat dari daging kerbau. Penyajiannya daging kerbau nya sudah di olah dengan bumbu dan di tusuk dengan sujen dan berbentuk kota panjang. Ada dua macam rasa, yaitu manis dan asin. Penjualnya biasanya bapak2 yg sudah sepuh karena selain semakin susah juga sudah kalah kali sama makanan fastfood yg sekarang semakin banyak di mall2 disana. Dulu sewaktu gw kecil mereka ini masih berkeliling di rumah2 dengan cara dipikul dan selalu membawa genta (krincingan), Genta ini adalah jenis yg selalu di pasang di leher kerbau..Menjualnya pun selalu malam hari hingga larut ...sehingga sate ini di sebut sate kalong....

Tahu Gejrot:
Tahu gejrot adalah salah satu makanan khas cirebon berupa tahu kecil-kecil sejenis tahu sumedang tapi dalamnya kosong dan rasanya gurih. Penyajiannya selalu di taroh di cawan yg terbuat dari tanah liat..bumbunya campuran dari bawang merah, cabe rawit dan kecap manis diaduk rata...selanjutnya di siramkan ke tahu nya tadi. Penjual nya dulu selalu berkeliling ke rumah-rumah. Ada bapak2 yg selalu bawa pikulan atau ibu2 yg selalu berkeliling dengan tampah yg selalu di taroh di atas kepalanya dengan nenteng ketel yg berisi air minum...Sekarang penjual yg keliling ini semakin susah di cari...yg ada penjual permanen di mall2 atau di pusat jajanan lokal...

Empal Gentong:
Empal Gentong adalah makanan khas masyarakat kota Cirebon. Makanan ini mirip dengan gulai (gule) dan dimasak menggunakan kayu bakar (pohon asem) yg dimasukan ke dalam anglo (kompor tanah liat) di dalam gentong (priuk tanah liat). Daging yang digunakan adalah daging sapi, jeroan yang terdiri dari babat, usus, paru, dan limpa yang direbus dalam kuah santan yang berbumbu special ditaburi daun kucai dipadu dengan rasa khas sambel bubuk dan krupuk rambak. Bisa di santap dengan lontong dan nasi.
Ada yg bilang kalau empal gentong ini berasal dari Desa Embat-embat dekat plered. Empal gentong cirebon yg terkenal adalah "Mang Dharma" yg berlokasi di jalan Slamet Riyadi krucuk.
Continue Reading...

Saturday, 19 March 2016

Bahayanya Sifat kikir dan keutamaan sedekah

Dalam sebuah hadits diriwayatkan bahwa Siti Aisyah RA bercerita, pada suatu ketika datanglah seorang perempuan kepada Rasulullah SAW sedangkan tangan kanan perempuan itu dalam keadaan melepuh. Perempuan itu berkata: “Wahai Rasulullah, mohonkanlah doa kepada Allah agar tanganku ini bisa sembuh seperti sedia kala”. Rasulullah SAW bertanya: “Apa yang menyebabkan tanganmu melepuh seperti itu?”.
Perempuan itu menjawab: “Wahai Rasulullah, pada suatu malam aku bermimpi seolah-olah kiamat telah terjadi dan neraka jahim telah dinyalakan. Dan di jurang neraka itu aku melihat ibuku memegang sepotong lemak di tangan kanan dan sebuah kain kecil di tangan kiri. Hanya kain kecil dan lemak itulah yang menjaga ibuku dari terjangan api neraka”.
“Wahai Rasulullah, melihat keadaan ibuku aku menjadi iba kemudian aku bertanya kepadanya, “Wahai ibu, kenapa engkau di sini? bukankah engkau seorang ahli ibadah dan selalu taat pada suami?”. Ibuku menjawab, “Benar wahai anakku, aku dulu memang ahli ibadah dan selalu taat pada suami.. tapi sebenarnyalah aku seorang yang kikir waktu hidup di dunia. Dan tempat ini adalah tempat golongan orang2 yang kikir.” Kemudian aku bertanya, “Kalau kain kecil dan lemak yang ada di tanganmu itu apa ibu?” Ibuku menjawab, “Hanya inilah temanku di sini anakku, lemak dan kain kecil inilah yang pernah aku shadaqahkan selama hidupku di dunia. Dan kedua benda ini yang melindungiku dari terjangan api neraka.” Kemudian aku bertanya, “Ayah di mana ibu? mengapa dia tidak menolong ibu?” Ibuku menjawab, “Ayahmu bersama dengan orang2 yang dermawan, anakku..”
“Wahai Rasulullah, kemudian akupun mendatangi ayahku yang pada saat itu sedang menuang air di telagamu.., dan aku berkata kepada ayahku, “Wahai ayahku, ibuku saat ini sedang menderita dan ayah tahu bahwa ibu rajin beribadah dan selalu taat pada ayah, berikanlah seteguk air dari telaga ini untuk ibu..” Ayahku menjawab, “Wahai anakku, air telaga ini haram bagi orang2 yang kikir seperti ibumu..”
“Wahai Rasulullah, karna belas kasihanku kepada ibuku maka akupun nekat mengambilkan segelas air dari telagamu itu untuk kuberikan kepada ibuku. Akan tetapi pada saat kuberikan air itu kepada ibuku, tiba2 terdengarlah olehku suara tanpa rupa, “Semoga Allah melepuhkan tanganmu.” Kemudian akupun terbangun dan aku melihat tangan kananku ini melepuh, wahai Rasulullah..”
Rasulullah bersabda, “Begitu bahayanya sifat kikir ibumu itu..” Kemudian Beliau pun berdoa kapada Allah, maka sembuhlah tangan perempuan itu.
Demikianlah kisah tentang bahayanya sifat kikir dan keutamaan shadaqah. Semoga kita dapat memetik manfaatnya.
J. Mu’tashim Billah – Mustofa Hasyim
Balas ke: Balas ke Mustofa Gholayin
Continue Reading...

Friday, 18 March 2016

album kegiatan


kegiatan rutinitas yang biasa dilakukan diponpes darul hijroh baik putra dan putri





















Continue Reading...

Thursday, 17 March 2016

pendiri



KH. Khawi bin KH. Anwar (pendiri pondok)
lahir 1917 dan wafat 1980
Continue Reading...
NU ya MARHABANAN 





bersama H. dun

Continue Reading...

Kyai Ahmad Tidjani Umar Anas

Kyai Ahmad Tidjani Umar Anas

Buntet Pesantren dengan umurnya yang sudah mencapai beberapa generasi membuatnya telah mencetak para ulama ‘alim, salah satunya adalah Kyai Anas yang tak lain merupakan adik kandung dari Kyai Abbas, sesepuh Buntet Pesantren saat itu (Sesepuh Buntet Pesantren yang ke 4). Beliau bersama Kyai-Kyai yang lain yang masih kerabatnya bahu membahu membantu sesepuh Buntet Pesantren dalam mengembangkan Pesantren yang didirikan oleh Mbah Muqoyyim ini.

Bapa Ahmad Zaeni Hasan, Ayah dari Bapak Helmi Faisal Zaeni (Mentri Pemberdayaan Daerah Tertinggal) dalam buku “Perlawanan dari Tanah Pengasingan Kyai Abbas, Pesantren Buntet dan Bela Negara (Jakarta: eLSAS, 2000) menganalogikan waktu itu “sinar” Kyai Abbas benar-benar terang sehingga Kyai-Kyai yang lain tampak kurang/tidak bersinar. Lebih lanjut Bapa Zaeni Hasan menyebutkan bahwa salah satu Kyai yang sebenarnya “bersinar terang” adalah Kyai Anas. Kyai Anas dikenal begitu tawadlu, beliau lebih memilih menjadi “orang di balik layar” kesuksesan Buntet Pesantren dibanding menjadi yang tampil di muka. Bahkan akhirnya beliau lebih memilih uzlah, menyingkir dari Buntet Pesantren dan mendirikan Pesantren Sidamulya di daerah yang berbatasan dengan Buntet Pesantren,

Permalink gambar yang terpasang
Kyai Ahmad Tidjani beserta istri saat ziarah di Panjalu,
beberapa hari sebelum beliau wafat
Sifat-sifat Kyai Anas yang ‘alim dan tawadlu ternyata menurun ke anak cucunya, salah satunya adalah Kyai Ahmad Tidjani bin Kyai Umar bin Kyai Anas, yang satu pekan kemarin dipundut Allah SWT.
Jasa-jasa Kyai Ahmad Tidjani untuk Buntet Pesantren sudah tidak terhitung, beliau menjadi pengasuh Pondok Darul Hijroh, beliau juga menjadi pengurus YLPI Buntet Pesantren selama beberapa periode dan salah satu yang dapat dengan jelas terlihat adalah Gedung MTs NU Putra 1 Buntet Pesantren yang sekarang berdiri megah, beliaulah salah satu orang yang begitu gedubugan demi terwujudnya renovasi gedung sekolah yang kondisinya sudah sangat memprihatinkan saat itu.

Sewaktu Buntet Pesantren dipimpin oleh Kyai Dulah, beliaulah salah satu “tangan kanan” Kyai Dulah. Sifat Kyai Ahmad yang jujur dan ikhlas membuat Kyai Dulah begitu mempercayakan banyak hal dan urusan kepada Kyai Ahmad Tidjani. Sifatnya yang benar-benar tawadlu dan tidak mau “tampil” mungkin membuat banyak orang kurang faham dengan peran beliau yang sangat vital untuk Buntet Pesantren.

Setiap ada acara besar atau tamu besar yang datang, hampir bisa dipastikan Kyai Ahmad tidak ada di tengah-tengah acara tersebut atau turut menemui tamu tersebut. Kalaupun datang, mungkin beliau sengaja kari-karian agar tidak “tersorot” oleh khalayak.

Suatu kali, Buntet Pesantren kedatangan Hamzah Haz dan saat itu diantara yang nuai Pengurus Yayasan adalah Kang Soleh Suaedi Busyrol Karim (Kang Ale) dan Kyai Ahmad Tidjani. Karena itu, Kang Ale yang faham dengan sifat Kyai Ahmad -yang tidak mau tampil- berinisiatif ngampiri Kyai Ahmad Tidjani. Berbagai argumen dikeluarkan oleh Kang Ale untuk membujuk Kyai Ahmad agar berkenan turut serta menyambut kedatangan Hamzah Haz, dan berbagai alasan pula yang diungkapkan Kyai Ahmad agar Kang Ale pergi duluan (pergi tanpa bersamanya).

 “Kulae dereng siram, dereng siap-siap”. Ujar Kyai Ahmad sebagai salah satu alasan agar beliau tidak perlu ikut dengan Kang Ale.

Ketika Kyai Nahdudin, sesepuh Buntet Pesantren yang sekarang rawuh di Buntet, beliau enggan untuk singgah di ndalemnya yang lama karena ndalem tersebut begitu dekat dengan ndalem Kyai Nahdudin. Sekali lagi, beliau tidak ingin “tampil” di sekitar pamannya (Kyai Nahdudin) saat banyak tamu mengunjungi Kyai Nahdudin.

Yang masih terkini, beberapa saat sebelum diadakan Pemilihan Kepala Daerah Kabupaten Cirebon, salah satu bakal calon datang ke ndalem Kyai Ahmad. Seperti biasa, bakal calon tersebut showan, minta petunjuk, restu, dan (mungkin juga) dukungan. Namun dari sejak bakal calon tersebut datang sampai bakal calon tersebut mau pamit, Kyai Ahmad tidak berkenan menemui tamu tersebut dan lebih memilih diam di kamarnya.

Semua kehilangannya
Kepergian Kyai Ahmad menghadap Sang Kholiq membuat begitu banyak kalangan kehilangannya. Beliau dikenal begitu ngladeni terhadap santri dan jamaahnya. Saat isyhad jenazah Nyai Ghumaeshoh (satu hari setelah Jenazah Kyai Ahmad dikebumikan), Kyai Hasanudin Kriyani menuturkan bahwa Kyai Ahmad kapanpun dan kemanapun beliau selalu memenuhi permintaan siapapun orang/jamaah yang minta dipimpin ziarah oleh beliau. Beberapa hari sebelum wafat, beliau memimpin rombongan ibu-ibu yang rutin mengikuti pengajiannya ke Panjalu dan Pamijahan. Bahkan Hanya beberapa jam, belum sampai satu hari (24 jam) setibanya dari ziarah Panjalu-Pamijahan, beliau berziarah ke daerah Sumber.

Beliau juga dikenal begitu menjaga ukhuwah dan silaturrahim baik kepada keluarga, rekan-rekan guru, bahkan para santri dan/atau alumninya kerap beliau kunjungi. Beberapa hari sebelum berangkat ziarah ke Panjalu dan Pamijahan, beliau masih menyempatkan diri ke Tegal untuk menemui para alumninya. Kalaupun tidak sanggup bertatap muka secara langsung, beliau pasti akan menghubunginya lewat telpon.

“Ya syukur ari sehat sih, nyongan jeh beli pernah kedeleng, dadi ya biasa bae “wong tua” sih kelangan”. Ucap Kyai Ahmad kepada salah satu rekan guru -yang menceritakan kepada kami- yang ditelponnya. Beliau menganggap dirinya adalah orang tua yang punya tanggung jawab terhadap orang-orang di sekitarnya.

Para santrinya yang sudah tidak mondok (alumni) juga rutin dihubungi oleh beliau. Beliau menanyakan kualitas, kuantitas, dan intensitas ibadah santri-santrinya.
“Priben sholat bengie? Masih rutin kan? Dongana bapa keding”
“Lamon bisa dirutinna puasa sunnah, apa senen-kemis, apa Nabi Daud.”
Hal-hal di atas, diantara yang diucapkan Kyai Ahmad saat menelpon santrinya, seperti yang dituturkan oleh salah satu alumni santri Darul Hijroh II (Al Arifah)
Kepada keluarga, beliau begitu ngaku dan menjaga ikatan silaturrahim. Menurut Ust. Syauqi (Kang Ugi), sejak Ibunya yaitu Nyai Maesoh jatuh sakit, Kyai Ahmad rutin menjenguk dan mendoakan beliau. Bahkan sampai malam jum’at seminggu yang lalu, atau satu malam sebelum Kyai Ahmad kembali ke sisi Allah, Kyai Ahmad masih menyempatkan diri melakukan rutinitas malam jumatnya. Padahal kamis dini hari, beliau baru sampai dari ziarah Pamijahan-Panjalu, dan hari kamis itu, beliau juga ada agenda ziarah ke Sumber.
Kegiatan pembacaan Manaqib At-tijani yang di pelopori oleh KH. Abdullah Toha (Pengasuh PonPes Raudlatul 'Ulum) dan KH. Ahmad Tidjani yang dilaksanakan di Pondok PonPes Raudlatul 'Ulum, Terisi Indramayu yang rutin dilaksanakan stiap bulan -malam jum'at minggu terakhir- dan di pelopori oleh KH. Abdullah Toha (Pengasuh Pondok Pesantren Raudlatul 'Ulum) dan KH. Ahmad Tidjani Umar Anas.
Thoriqot tijani berkembang di Indonesia,salah satunya di Buntet dan dirintis oleh Kakek K. Ahmad :K. Anas
Rasa tanggung jawabnya terhadap tugas dan jamaahnya membuat beliau terus beramal baik sampai akhir umurnya. Dengan aktifitas yang begitu padat (Tegal, Pamijahan-Panjalu, Ziarah ke Sumber, Menjenguk Nyai Maesoh), Jum’at pagi beliau masih memenuhi tanggung jawabnya sebagai guru di salah satu sekolah, beliau mengajar murid-muridnya meskipun tidak “penuh”. Kepada murid-muridnya, beliau merasakan kurang enak badan, kemudian beliau pamit, semua muridnya pun menyalaminya saat itu. Dengan badan yang tidak fit, beliau masih memenuhi kewajibannya menjalankan sholat Jum’at. Selepas sholat Jum’at, beliau dibawa ke Rumah Sakit Ciremai dan langsung masuk ruang ICU hingga wafat di sana. Inna Lillahi wa Inna Ilaihi Rooji’un.

Nasihat-nasihat Kyai Ahmad Tidjani
Selain memiliki sifat yang mirip dengan kakeknya, banyak kerabat dan kolega yang mengatakan bahwa beliau memiliki sifat mirip pamannya, Kyai Abdullah Abbas yang sangat irit bicara, karena itu perkataan-perkataan yang keluar dari lisannya hampir semuanya adalah kebaikan baik ilmu, nasihat, motivasi, dan sebagainya. Bahkan menurut Pa Ubed (salah satu teman seperjuangannya) guyonan yang sesekali keluar juga gaya guyonnya sangat mirip dengan gaya guyonnya Kyai Abdullah Abbas.
Berikut, kami cantumkan beberapa nasihat-nasihat beliau yang kami dapat dari anaknya, Ust. Nemi Mu’tashim Billah. Dari beberapa nasihat ini, kita juga dapat melihat sedikit sosok Kyai Ahmad Tidjani Umar Anas.
1.      “Nggak perlu gila jabatan. karena jabatan itu sifatnya sementara”.

2.      “Nggak perlu kirim-kirim Proposal. Proposal utama yg perlu diajukan adalah proposal ke Allah SWT”.

3.      “Iqra' tidak hanya membaca buku tapi juga membaca diri”.

4.      “Memelihara silaturrahim jauh lebih susah daripada membangunnya”.

5.      “Bapa tidak membutuhkan sertifikasi Guru. Bapa lebih membutuhkan Sertifikasi Allah SWT”.

6.      “Apa yg benar menurut kita, belum tentu benar menurut orang lain”.

7.      “Orang-orang itu berhak utk memeluk Agamanya sesuai dengan keyakinan mereka masing-masing”.

8.      “Biarlah mereka meyakini surga menurut versi mereka sendiri. Kita tidak boleh memaksakan kehendak soal keyakinan masing2”.

9.      “Apa yg terjadi pada diri kita itu adalah karena perilaku kita sendiri”.

10.   “Orang itu tidak semua senang (ke kita) tidak semua benci (ke kita”.

11.   “Ciri-ciri ikhlas itu adalah ketika kita bisa tersenyum kepada orang yg kita benci”.

12.   "Janganlah menjadi seperti lilin yg bisa memberi manfaat kepada lainnya tapi tidak bisa bermanfaat untuk diri sendiri".

13.   "Kebaikan jangan diucapkan tapi cukup untuk di dalam hati saja".

14.   “Hati adalah singgasana yg diperebutkan oleh ilham Allah dan ilham setan”.

15.    “Tapi jika hati dikuasai ilham setan maka niscaya orang menjadi fasiq”.

16.   “Ingin agar doa itu di kabul Allah... 1. Jangan su'udzon kepada Allah 2. Jangan suka berbohong”.

17.   “Bersyukur itu ada 2 1. Bersyukur qouliyah dan bersyukur fi'liyah”.


sumber asal: http://www.buntetpesantren.org/2013/12/kyai-ahmad-tidjani-umar-anas.html
Continue Reading...

sedikit banyak



SEDIKIT TENTANG BUNTET PESANTEREN CIREBON 

Buntet Pesantren yang kita kenal sekarang ini, merupakan salah satu pesantren tertua di Indonesia, berdiri sejak abad 18 M dibangun oleh Mufti Keraton Cirebon, Mbah Muqoyim yang tidak mau kompromi dengan Belanda. Dengan penolakan itu, Mbah Muqoyim lebih memilih tinggal di luar tembok istana dan menjadi guru kemudian mendirikan pesantren yang kini dikenal dengan Buntet Pesantren.

Tempat yang pertama kali dijadikan sebagai pondok pesantren letaknya di Desa Bulak kurang lebih 1/2 km dari perkampungan Pesantren yang sekarang. Sebagai buktinya di Desa Bulak tersebut terdapat peninggalan Mbah Muqoyyim berupa situs makan santri yang sampai sekarang masih utuh.

Pondok Buntet Pesantren bersifat tradisional dan modern, dikatakan modern karena mengadopsi sistem sekolah modern seperti Madrasah Ibtidaiyah hingga perguruan tinggi. Adapun tradisional, dikarenakan pondok Buntet ini terus mengkaji kitab-kitrab salafussholeh yang banyak mengupas seputar Al Quran, Hadits, Tafsir, Balaghoh, Ilmu gramatika bahasa Arab, dan karya-karya Akhlak maupun tasawuf dan fiqh dari para ulama terdahulu.
Sekolah formal di Buntet Pesantren
  1. Akademi Perawat Buntet Pesantren
  2. SMK Mekanika Buntet Pesantren
  3. Madrasah Aliyah Negeri (MAN)
  4. Madrasah Aliyah Nahdlatul Ulama Putera (MANU Putra)
  5. Madrasah Aliyah Nahdlatul Ulama Puteri (MANU Putri)
  6. Madrasah Tsanawiyah  Nahdlatul Ulama Putra I (MTsNU Putra I)
  7. Madrasah Tsanawiyah  Nahdlatul Ulama Putra II (MTsNU Putra II)
  8. Madrasah Ibtidaiyah 
  9. Madrasah Diniyah
  10. Taman Kanak-Kanak

Letak Pesantren
Di tempat yang sekarang ini berada, pesantren ini posisinya ada di antara dua Desa: + 80% Pesantren ini menjadi wilayah administratif Desa Mertapada Kulon dan sisanya bagian Barat milik Desa Munjul. Pesantren ini sendiri bukanlah nama Desa, melainkan hanya tempat/padepokan santri. Namun seiring dengan perkembangan zaman, dari ratusan tahun yang lalu, penduduk pesantren ini makin lama makin berkembang. Kepadatannya cukup besar.

Wilayah Buntet Pesantren ini mirip sebuah desa yang cukup luas, tetapi bukanlah nama Desa Buntet. Sebab Desa Buntet yang memiliki kepala desa berlokasi sebelah Utara. Adapun posisi pesantren ini terletak di antara dua desa, desa Mertapada dan desa Munjul. Sebelah Utara Pesantren ini dibatasi oleh Buntet Desa; sebelah Timur Desa Mertapada (LPI); Sebelah Selatannya adalah Desa Kiliyem dan sebelah Barat adalah Desa Munjul.

Masyarakat Penghuni Pesantren
Berbeda dengan Pondok Pesantren lain, keberadaan Pesantren Buntet ini cukup unik karena komunitasnya yang homogen; antara santri dan penduduk asli pesantren ini sulit dibedakan, terutama bila dipandang oleh orang lain. Orang yang mengenal Buntet sebagai sebuah pesantren, ketika bertemu dengan salah seorang lulusan pesantren ini, dianggapnya sebagai santri sehingga kesan yang timbul adalah berdekatan dengan ilmu keagamaan dan ubudiah. Karena memang tidak bisa dipungkiri, baik penduduk asli pesantren ini ataupun santri, keberadaan sehari-hari, tidak lepas dari aktivitas nyantri (mengaji).

Setidaknya ada tiga jenis masyarakat penghuni pesantren: Pertama, masyarakat keturunan kyai. Dari catatan silsilah keturunan Kyai Buntet, hampir seluruh Kyai di Pesantren ini adalah anak cucu dari keturunan Syarif Hidayatullah, salah seorang anggota Walisongo. Kedua, Masyarakat biasa. Asal mula mereka adalah para santri atau teman-teman Kyai yang sengaja diundang untuk menetap di Buntet.

Mereka memiliki hubungan yang cukup erat bahkan saling menguntungkan (mutualism). Awalnya mereka menjadi khodim (asisten) atau teman-teman Kyai kemudian karena merasa betah akhirnya menikah dan menetap di Buntet Pesantren hingga sekarang. Penduduk Buntet Pesantren yang bukan dari turunan Kyai ini dulunya dikenal dengan istilah masyarakat Magersari. Ketiga, masyarakat santri. Merekalah yang membesarkan nama baik Buntet Pesantren.

Sebab namanya juga perkampungan santri, aktivitas sehari-hari diramaikan oleh hingar-bingar pelajar yang menuntut ilmu; siang para santri disibukkan dengan belajar di sekolah formal, dan malam harinya belajar kitab atau diskusi tentang agama di masing-masing kyai sesuai kapasitas ilmunya.

Sesepuh Buntet Pesantren
Dalam perkembangan selanjutnya, kepemimpinan Pondok Buntet Pesantren dipimpin oleh seorang Kyai yang seolah-olah membawahi kyai-kyai lainnya yang memimpin masing-masing asrama (pondokan). Segala urusan ke luar diserahkan kepada sesepuh ini.

Lebih jelasnya periodisasi kepemimpinan Kyai Sepuh ini berturut-turut hingga sekarang dipimpin oleh Kyai yang dikenal Khos yaitu KH. Abdullah Abbas (kini Almarhum), dan digantikan oleh KH. Nahduddin Abbas. Nama-nama Kyai yang dituakan dalam mengurus Pondok BuntetPesantren secara turun-termurun adalah sebagai berikut:

1. KH. Muta’ad (Periode pertama)
2. KH. Abdul Jamil
3. KH. Abbas
4. KH. Mustahdi Abbas
5. KH. Mustamid Abbas
6. KH. Abdullah Abbas
7. KH. Nahduddin Abbas (hingga sekarang)

Seiring dengan perkembangan zaman, Pondok Buntet Pesantren dengan segala potensi yang dimiliki berupaya meningkatkan kualitas dan kuantitas pendidikan dengan memadukan antara Sistem Salafi dan Sistem Kholafi. Sistem salafi adalah metode belajar dengan berpedoman kepada literatur para ilmuan Muslim masa lalu, sedangkan sistem khalaf mengacu kepada pendidikan modern dengan kurikulum dan sistem pendidikan yang diterapkannya.

Untuk lebih mengoptimalkan ikhtiar tersebut, maka dibentuklah sebuah Yayasan Lembaga Pendidikan Islam (YLPI) Pondok Buntet Pesantren Cirebon. Salah satu tugasnya adalah mengelola dan menyelenggarakan pendidikan formal dan non formal.

Sebab salah satu sistem yang dibangun di pesantren ini adalah bagi santri yang mondok di Buntet Pesantren diharuskan menyelesaikan pendidikan formal sebagai amanat UU Pendidikan Nasional, sesuai dengan usia pendidikannya. Mereka harus mengikuti jenjang pendidikan formal seperti SD, SLTP, SLTA hingga Universitas jika mampu. Selain itu mereka pun diwajibkan mengikuti pendidikan non formal (dirosah diniyyah) yang digelar di masing-masing asrama, atau mengikuti pendidikan khsusus yang diadakan oleh kyai-kyai sesuai spesialisasi ilmunya.

Para Almarhumin Kyai
Berturut-turut nama-nama di bawah ini adalah para kyai yang telah berkiprah lama mengurus Pondok Buntet Pesantren. Salah satu jasa beliau adalah mempertahankan sekaligus memajukan sistem pendidikan pesantren bagi generasi muda Indonesia. Para lulusan Buntet sangat kenal sekali dengan mereka. Karena itu sepantasnya untuk mengenang jasa-jasa beliau maka di bawah ini adalah nama-nama armarhumin (pendahulu) yang bisa dipelajari bagaimana riwayat kehidupannya.
KH. Abdul DJamil
KH. Abbas
KH. Ilyas
KH. Anas
KH. Yusuf
KH. Khamim
KH. Ahmad Zahid
KH. Khowi
KH. Mustahdi Abbas
KH. Mustamid Abbas
KH. Zen
KH. Murtadho
KH. Busyrol Karim
KH. Akyas Abdul Jamil
KH. Arsyad
KH. Izuddin Zahid
KH. Nasiruddin Zahid
KH. Anwaruddin Zahid
KH. Hisyam Mansyur
KH. Chowas Nuruddin
KH. Fuad Hasyim
KH. Fuad Zen
KH. Nu’man Zen
KH. Fahim Khowi
KH. Fakhruddin

Continue Reading...
Pondok darul hijroh buntet pesantren cirebon